Jumat, 07 Mei 2010

ANALISIS TERHADAP SUATU KASUS TINDAK PIDANA

ANALISIS TERHADAP SUATU KASUS TINDAK PIDANA

Harian Umum Pikiran Rakyat, Selasa (Manis) 20 Oktober 2009 -1 Zulkaidah 1430 H – Hapit 1942, Halaman 17, kolom 6

Pada kasus ini, sepasang kekasih bunuh janin. Disini sepasang kekasih itu telah melakukan pelanggaran tindak pidana atas janin, telah melakukan pembunuhan terhadap janin dengan sengaja. Mereka telah terbukti melakukannya atas pengakuannya, mereka mengeluarkan janin yang baru berumur beberapa minggu dengan disengaja secara paksa dengan cara si perempuannya meminum beberapa butir obat sakit kepala, flu, dan obat asma secara bersamaan serta menyantap nanas kemudian perut si perempuan ditekan-tekan oleh silaki-laki itu. Alasannya mereka berbuat seperi itu karena mereka takut orang tua mereka mengetahuinya dan marah.

Dikarenakan meraka sepasang kekasih bukan pasangan suami isteri maka mereka berdua juga akan dikenai hukuman jarimah zina juga, karena mereka terbukti telah melakukan jarimah zina terlebih dahulu sebelum mereka membunuh janin tersebut. Sebab tidak mungkin ada janin langsung ada apabila tidak melakukan perbuatan zina. Oleh karena itu mereka akan di jerat dua pidana langsung yakni tindak pidana atas janin dan telah berbuat jarimah zina tepatnya zina ghair muhshan.

Mereka akan dikenai hukuman pidana atas janin serta jarimah zina, mereka berbuat zina ghair muhshan karena diantara mereka berdua tidak ada yang sudah berkeluarga, atau mereka belum berkeluarga.

Hukum Islam dan hukum positif berbeda pandangan dalam masalah zina. Hukum Islam memandang setiap hubungan intim diluar pernikahan sebagai zina dan mengancamnya dengan hukuman, baik pelaku sudah nikah atau belum, dilakukan dengan suka sama suka atau tidak. Dalam hukum Islam ada yang disebut zina ghair muhshan dan zina muhshan, zina ghair muhshan adalah zina yang dilakukan oleh orang yang belum berkeluarga atau tidak berkeluarga, sedangkan zina muhshan adalah zina yang dilakukan oleh orang yang sudah berkeluarga.

Sebaliknya, hukum positif tidak memandang semua hubungan intim di luar pernikahan sebagai zina. Pada umumnya, yang dianggap sebagai zina menurut hukum positif itu hanyalah hubungan intim diluar pernikahan, yang dilakukan orang-orang yang berada dalam status bersuami atau beristri saja. Selain itu tidak diangap zina, kecuali ada perkosaan atau pelanggaran kehormatan.

Hukum islam melarang zina dan mengancamnya dengan hukuman karena zina merusak system kemasyarakatan dan mengancam keselamatamnnya. Zina merupakan pelanggaran atas system kekeluargaan, sedangkan keluarga merupakan dasar untuk berdirinya mayarakat. Sedangkan syari’at Islam menghendaki langggengnya mayarakat yang kukuh dan kuat. Syari’at Islam melarang zina karena zina itu banyak bahaynya, baik terhadap akhlak dan agama, jasmani atau badan, di samping terhadap masyarakat dan keluarga.

Hukum positif menganggap zina sebagai urusan pribadi yang hanya menyinggung hubungan individu dan tidak menyinggung hubungan masyarakat. Oleh karena dalam pandangan hukum positif, apabila zina itu dilakukan dengan sukarela (suka sama suka) maka pelaku tidak perlu dikenakan hukuman, karena dianggap tidak ada pihak yang dirugikan, kecuali apabila salah satu dari keduanya dalam keadaan sudah menikah. Dalam hal ini perbuatan tersebut baru dianggap sebagai tindak pidana dan pelakunya dikenai hukuman, karena hal itu melanggar kehormatan perkawinan.

Menurut hukum positif dalam kasus diatas mereka hanya dijerat satu hukuman yaitu telah menggugurkan kandungan, dijerat pasal 348 KUH pidana tentang Menggugurkan Kandungan, dengan ancaman pidana maksimal lima tahun enam bulan penjara.

Akan tetapi disini kita bukan membicarakan tentang pandangan hukum positif, tetapi membahas tentang pandangan Hukum Pidana Islam (jinayah). Maka dari itu dalam kasus diatas, mereka berdua akan dijerat oleh dua hukuman, yaitu mnggugurkan kandungan dan telah berbuat zina. Dengan hukuman zina ghair muhshan.

v Yang Pertama Keduanya Dijerat dengan Hukuman Telah Melakukan Jarimah Zina

Hukuman untuk zina ghair muhshan ini ada dua macam, yaitu:

1. Dera seratus kali, dan

2. Pengasingan selama satu tahun.

Hal ini didasarkan kepada hadits Rasulullah saw yang diriwatkan oleh Ubadah ibn Ash-Shamit bahwa rasulullah saw bersabda:

عن عبا د ة بن الصامت قل: قل رسول الله ص م خذواعنىقد جعل الله لهن سبيلا, البكر بالبكر جلد ما ئة ونفى سنة والثيب بالثيب جلد ما ئة والرجم (رواه مسلم وأبوداود والترمذى)

Dari Ubadah ibn Ash-Shamit ia berkata: Rasulullah telah bersabda: Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah memberikan jalan keluar bagi mereka (pezina). Jejaka dengan gadis, hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dengan janda, hukumannya dera seratus kali dan rajam. (Hadits diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi).

1. Hukuman Dera

Apabila jejaka dan gadis melakukan perbuatan zina, mereka dikenai hukuman dera seratus kali. Hal ini didasarkan kepada firman Allah dalam QS. An-Nuur ayat 2 dan Hadits Nabi saw.

a. QS. An-nuur ayat 2

èpuÏR#¨9$# ÎT#¨9$#ur (#rà$Î#ô_$$sù ¨@ä. 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB sps($ÏB ;ot$ù#y_ ( Ÿwur /ä.õè{ù's? $yJÍkÍ5 ×psùù&u Îû ÈûïÏŠ «!$# bÎ) ÷LäêZä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# ( ôpkôuŠø9ur $yJåku5#xtã ×pxÿͬ!$sÛ z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÈ

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman. (QS. An-Nuur: 2)

b. Sabda Rasulullah saw.

عن عبا د ة بن الصامت قل: قل رسول الله ص م خذواعنىقد جعل الله لهن سبيلا, البكر بالبكر جلد ما ئة ونفى سنة والثيب بالثيب جلد ما ئة والرجم (رواه مسلم وأبوداود والترمذى)

Dari Ubadah ibn Ash-Shamit ia berkata: Rasulullah telah bersabda: Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah memberikan jalan keluar bagi mereka (pezina). Jejaka dengan gadis, hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dengan janda, hukumannya dera seratus kali dan rajam. (Hadits diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi).

Hukuman dera adalah hukuman had, yaitu hukuman yang sudah ditentukan oleh Allah swt., oleh karena itu, hakim tidak boleh mengurangi, menambah, menunda, atau mengantinya dengan hukuman yang lain. Di samping telah menjadi hukum syara’, hukuman dera juga merupakan hak Allah atau hak masyarakat, pemerintah atau individu tidak berhak memberikan pengampunan.

2. Hukuman Pengasingan

Hukuman yang kedua untuk zina ghair muhshan adalah hukuman pengasingan selama satu tahun. Hukuman ini didasarkan kepada hadits Ubadah ibn Shamit pada penjelasan sebelumnya akan tetapi, apakah hukuman ini wajib dilaksanakan bersama-sama dengan hukuman dera para ulama berbeda pendapatnya. Menurut Imam Abu Hanifah dan kawan-kawannya hukuman pengasingan tidak wajib dilaksanakan. Akan tetapi, mereka membolehkan bagi imam untuk menggabungkan antara dera seratus kali dan pengasingan apabila hal itu dipandang maslahat. Dengan demikian menurut mereka hukuman pengasingan itu bukan merupakan hukuman had, melainkan hukuman ta’jir. Pendapat ini juga merupakan pendapat Syi’ah Zaidiyah. Alasannya adalah bahwa hadits tentang hukuman pengasingan ini dihapuskan (di-mansukh) dengan QS. An-Nuur ayat 2.

Jumhur ulama yang terdiri atas Imam Malik, Syafi’I, dan Ahmad berpendapat bahwa hukuman pengasingan harus dilaksanakan bersama-sama dengan hukuman dera seratus kali. Dengan demikian menurut jumhur, hukuman pengasingan ini termasuk hukuman had, dan bukan hukuman ta’zir. Yang didasarkan atas hadits Ubadah ibn Shamit yang didalamnya tercantum:

البكر بالبكر جلد ما ئة ونفى سنة......

… Jejaka dengan gadis, hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun …

Disamping hadits tersebut, jumhur juga beralasan dengan tindakan sahabat antara lain Sayidina Umar dan Ali yang melaksanakna hukuman dera dan pengasingan ini, dan sahabat-sahabat yang lain tidak ada yang mengingkarinya. Dengan demikian hal tersebut bisa disebut ijma.

Akan tetapi dalam hal pengasingan bagi wanita yang melakukan zina, para ulama juga berselisih pendapat. Menurut Imam Malik hukuman pengasingan hanya berlaku untuk laki-laki, sedangkan untuk wanita tidak diberlakukan. Sebabnya adalah karena wanita itu perlu kepada penjagaan dan pengawalan. Di samping itu, apabila wanita itu diasingkan, ia mungkin tidak disertai muhrim maka hal itu jelas tidak diperbolehkan, karena Rasulullah saw bersabda melarang seorang wanita untuk berpergian tanpa disertai oleh muhrimnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda:

لايحل لامرأة تؤمن با الله واليومالأخر أن تسافر مسيرة يوم وليلة إلا مع ذى محرم

Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari kiamat untuk berpergian dalam perjalanan sehari semalam kecuali bersama muhrimnya.

Sebaliknya apabila ia (wanita) diasingkan bersama-sama dengan seorang muhrim maka hal ini berarti mengasingkan orang yang tidak melakuakan perbuatan zina menghukum orang yang sebenarnya tidak berdosa. Oleh karena itu Malikiyah mentakhsiskan hadits tentang hukuman pengasingan tersebut dan membatasnya hanya untuk laki-laki saja dan tidak memberlakukannya bagi perempuan.

Menurut mazhab Syafi’i, Hanbali, dan Zhahiriyah, hukuman pengasingan berlaku bagi setiap orang yang melakukan zina ghair muhshan, baik laki-laki maupun perempuan. Alasnnya adalah dengan berpedoman kepada keumuman hadits yang menjelaskan tetang hukuman pengasingan sebagaimana yang telah di jelaskan sebelumnya berulang-ulang.

Cara pelaksanaan hukuman pengasingan jugu diperselisihkan oleh para fuqaha. Menurut Imam Malik, Abu Hanifah, dan Syi’ah Zaidiyah, pengasingan itu pengertian dari penahanan atau dipenjarakan. Oleh karena itu, pelaksanaan hukuman pengasingan itu adalah dengan cara menahan atau memenjarakan pezina itu di tempat lain di luar tempat terjadinya perbuatan zina tersebut. Adapun menurut Imam Syafi’I dan Ahmad, pengasingan itu berarti membuang (mengasingkan) pelaku dari daerah terjadi perbuatan zina ke daerah lain, dengan pengawasan dan tanpa dipenjarakan.

Jadi menurut pidana Islam mereka berdua harus dihukum dengan cara didera sebanyak seratus kali dan diasingkan selama satu tahun ke tempat lain, bukan di tempat terjadinya perbuatan zina. Karena jumhur ulama mengatakan hukuman pengasingan harus dilakukan bersamaan dengan hukuman dera seratus kali, kemudian jumhur juga mengemukakan hukuman pengasingan itu berlaku baik bagi laki-laki atau perempuan tidak ada kekecualiaan.

v Yang Kedua Mereka Dijerat Tindak Pidana Atas Janin

Untuk mereka berdua akan diberi hukuman pidana atas janin dengan perbuatan gugurnya janin dalam keadaan meninggal, karena dalam kasus diatas menggugugrkan kandungan janinnya yang baru berumur beberapa minggu. Menurut ilmunya janin itu diberi ruh (nyawa) pada waktu berumur enam bulan, karena kasus ini janinnya baru beberapa minggu belum bernyawa maka dalam kasus ini mereka termasuk yang menggugurkan kandungan dalam keadaan meninggal.

Untuk hukuman bagi pelaku yang mengugurkan kandungan dalam keadaan meninggal adalah diat janin, yaitu ghurah (hamba sahaya) yang nilainya lima ekor unta. Yang didasarkan atas ketentuan sunah fi’liyah keputusan Nabi saw:

وعن أبى هريرة رض الله عنه قل: إقتتلت امر أتان من هذ يل فرمت الأخرى بحخر فقتلتها ومافى بطنها, فاختصموا الى رسول الله ص م, فا قل رسول الله ص م أن دية جنينها غرة عبد أو وليدة و قضى بدية ا عاقلتهاوورثها ولدها ومن معه...( متفق عليه )

Dari Abu Huraurah ra ia berkata: dua orang perempuan dari kabilah hudzail berkelahi, kemudian diantara salah seorang keduanya melempar yang lainnya dengan batu, lalu ia membunuhnya dan membunuh bayi (janin) yang ada dalam perutnya. Mereka kemudian mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw, maka Rasulullah memutuskan, bahwa diat untuk janinnya adalah ghurah hamba sahaya laki-laki (‘abd) atau perempuan (amat) dan Nabi juga memutuskan diat untuk perempuan (ibu) dibebankan kepada keluarganya (si pembunuh) dan diwarisi oleh anaknya dan orang yang besrta dia (ahli warisnya)…(Muttafaq Alaih)

Ghurah menurut arti asalnya adalah khiyar (pilihan). Hamba sahaya disebut ghurah karena ia merupakan harta pilihan. Ghurah (hamba) ini dinilai dengan lima ekor unta, atau yang sebanding dengan itu, yaitu lima puluh dinar, atau lima ratus dirham menurut Hanafiyah, atau enam ratus dirham menurut jumhur ulama.

Ghurah berlaku baik untuk janin laki-laki maupun janin permpuan. Dalam tindak pidana atas janin yang dilakukan dengan sengaja, sebagaimana dikemukakan oleh Malikiyah, diatnya diperberat (mughalladzah), yaitu harus dibayar oleh pelaku dari hartanya sendiri dengan tunai. Sedangkan untuk tindak pidana atas janin yang dilakuakan dengan keslahan atau menyerupai sengaja, diatnya diperingan (mukhaffafah) yaitu bisa dibayar oleh ‘aqilah (keluarga) atau bersama-sama dengan pelaku.

Untuk hukuman mereka yang menggugurkan kandungan dalam keadaan meninggal pada kasus ini dikenakan diat, yaitu lima ekor unta dibayar tunai dengan tunai oleh harta keduanya, karena mereka menggugurkan kandungannya dengan sengaja. Dan lima unta itu ditanggung oleh kedunya, tidak masing-masing harus membayar lima unta, sebab meraka berdua hanya menggugurkan satu janin jadi hukumannya hanya satu ghurah saja.

Jadi kesimpulannya mereka berdua dlam kasus ini dikenai dua hukuman tindak pidana, yaitu:

1 Telah melakukan jarimah zina tepatnya zina ghair muhshan. Diberi hukuman didera sebanyak seratus kali dan diasingkan selama satu tahun ke tempat lain, bukan di tempat terjadinya perbuatan zina. Karena jumhur ulama mengatakan hukuman pengasingan harus dilakukan bersamaan dengan hukuman dera seratus kali, kemudian jumhur juga mengemukakan hukuman pengasingan itu berlaku baik bagi laki-laki atau perempuan tidak ada kekecualiaan.

2 Tindak pidana atas janin dengan perbuatan gugurnya janin dalam keadaan meninggal. Diberi hukuman dengan diat membayar lima ekor unta dibayar tunai dengan tunai oleh harta keduanya, karena mereka menggugurkan kandungannya dengan sengaja. Dan lima unta itu dibayar atau ditanggung oleh mereka berdua yang melakukan tindak pidana, tidak masing-masing harus membayar lima unta, sebab meraka berdua hanya menggugurkan satu janin jadi hukumannya hanya satu ghurah saja untuk mereka berdua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar